RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN
KABUPATEN
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN BERDASARKAN ANALISIS SWOT
Oleh :
NASRIANI (P3300212407)
ANDRY MAS’UD
(P3300212012)
ARFIANI RIZKI
PARAMATA (P3300212403)
ASRUDDIN
(P3300212014)
ANUGRIATI (P3300212011)
ANUGRIATI (P3300212011)
PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
I.
Pendahuluan
Kabupaten
Pangkep merupakan kabupaten yang memiliki kawasan pesisir yang lebih luas
dibandingkan daratannya dengan perbandingan 1 berbanding 17. Total luas
daratan, pegunungan dan pulau-pulau tanpa lingkup perairannya adalah 1.112 km2.
Sementara luas lautnya adalah 17.100 km2. Wilayah pesisir dan laut
kabupaten Pangkep dicirikan dengan produktivitas ekosistem yang tinggi sehingga
dapat mendukung kegiatan perekonomian. Potensi sumberdaya pesisir dan laut
tersebut diharapkan dapat membawa manfaat dan membantu ketahanan pangan
masyarakat setempat. Sebagaimana Dahuri (2008) menyebutkan bahwa sektor
kelautan dan perikanan pada masa mendatang akan menjadi penggerak utama (prime mover) ekonomi karena besarnya
potensi yang dimiliki.
Permasalahan
yang ditemui berkaitan denganpengelolaan perikanan di wilayah pesisir kabupaten
Pangkep mencakup aspek teknis, kapital, sumberdaya manusia (SDM) dan manajemen.
Hal tersebut antara lain tercermin dari belum dikuasainya teknologi, masih
kurangnya modal, rendahnya SDM, indikasi tangkap lebih pada wilayah tepi serta
pasca panen yang kurang baik.
Oleh
karena itu, pada paper ini kami akan menganilisis potensi sumberdaya perikanan
di kabupten Pangkep dan selanjutnya merumuskan rekomendasi strategi dan rencana
pengelolaan perikanan di Wilayah kabupaten Pangkep.
II.
Analisis Pengelolaan Perikanan Kabupaten
Pangkep
Ø STRENGTH (S) /
KEKUATAN
1. Luas wilayah laut dan pesisir yang
cukup besar
Kabupaten
Pangkep memiliki luas perairan laut sekitar 17.100 km2 dengan
panjang garis pantai sekitar 250 km. Perbandingan luas perairan Pangkep dan
luas daratannya adalah 1 : 7 dengan luas daratannya sekitar 1.112 km2.
2.
Potensi
dan keragaman SD Perikanan
Perairan
laut kabupaten Pangkep merupakan ekosistem dengan keragaman hayati yang sangat
tinggi khususnya ekosistim karang dengan luas tutupan karang sebesar 36.000 km2
(2011). selain itu, kabupaten Pangkep juga memiliki potensi budidaya rumput
laut yang cukup besar yaitu sekitar 7.174 ton/thn dan potensi perikanan tangkap
sebesar 10.040,7 ton/tahun (2010). Potensi berbagai jenis ikan karang dan
megabentos yang memiliki nilai ekonomis penting juga menjadi salah satu daya tarik
perairan kabupaten Pangkep. Jenis megabentos yang terdapat di perairan Pangkep
diantaranya adalah acanthaster planci
(bintang bulu seribu), Diadema sitosum (bulu babi), pencil sea urchin, large and small
holothurians, lola, kima, serta beberapa jenis Gastropoda dan Mushroom coral.
Sedangkan jenis ikan yang ada di kabupaten Pangkep dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu ikan target, ikan indikator dan ikan major. Ikan-ikan target
adalah ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa ditangkap untuk
dikonsumsi diantaranya adalah ikan dari family Serranidae (ikan kerapu), Luchanidae
(ikan kakap) dan Caesionidae (ikan
ekor kuning). Ikan indikator adalah jenis ikan karang yang khas mendiami daeah
terumbu karang dan menjadi indicator kesuburan ekosistem daerah tersebut
seperti ikan dari suku Chaetodontidae
(ikan kepe-kepe). Ikan major merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5 –
25 cm, dengan kharakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai
ikan hias diantaranya adalah suku Apogonidae
(ikan serinding), Labridae (ikan
sapu-sapu) dan Blenniidae (ikan
peniru).
3.
Adanya
kawasan lindung dan konservasi
Dalam
suatu ekosistem, masing-masing spesies memiliki peranannya masing-masing dalam
suatu jaringan makanan. Sehingga satu
jenis spesies yang terganggu maka akan mengganggu keseluruhan jaringan
makanan. Oleh sebab itu maka
keanekaragaman hayati harus terus dipertahankan untuk dapat menjaga kelestarian
keseluruhan spesies dalam jaringan makanan tersebut. Penetapan kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep dengan dasar hukum SK Bupati Pangkep
No. 108 tahun 2009 merupakan langkah awal upaya konservasi keanekaragaman
hayati.
4.
Adanya
kelembagaan formal yang mendukung
Salah
satu upaya untuk menyusun suatu pengelolaan perikanan yang baik adalah dengan
menjalin hubungan kerjasama dengan beberapa lembaga atau instansi. Kementrian
Kelautan dan Perikanan (KKP) Kabupaten Pangkep melalui berbagai program
pengelolaan dan konservasinya diharapkan bisa membantu proses pengelolaan
perikanan secara berkesinambungan.
5.
Adanya
beberapa pulau yang berbatasan langsung dengan kota-kota besar
Berdasarkan
letak geografisnya, kabupaten Pangkep memiliki beberapa pulau yang berbatasan
langsung dengan kota-kota besar di luar Sulawesi Selatan seperti Kalimantan
Selatan, Jawa Timur, NTB, Madura dan Bali. Letak geografis yang demikian
menjadi salah satu modal atau sarana untuk mempermudah proses pemasaran
hasil-hasil perikanan dari kabupaten Pangkep ke kota-kota besar tersebut.
Ø WEAKNESSES (W) /
KELEMAHAN
1.
Sarana
dan prasarana yang kurang memadai dan mendukung
Sarana
dan prasarana merupakan salah satu pendukung dalam pengelolaan suatu wilayah.
Kabupaten Pangkep dengan wilayah yang didominasi oleh perairan dengan berbagai
pulau-pulau yang tersebar luas seharusnya mampu menyediakan berbagai sarana dan
prasarana berupa sarana transportasi khususnya transportasi laut, komunikasi, serta
fasilitas umum lainnya seperti sarana air bersih dan WC yang memadai. Namun
kenyataannya, sampai saat ini, masih sering dijumpai daerah ataupun pulau-pulau
dalam kawasan kabupaten Pangkep yang memiliki alat transportasi laut yang
kurang memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Sarana komunikasi
yang bisa menjadi sarana penghubung antar daerah juga menjadi salah satu
kendala karena kurangnya jaringan/signal yang mampu menjangkau daerah-daerah
kepulauan. Sarana umum berupa sarana air bersih dan WC merupakan salah satu
sarana yang seharusnya dimiliki oleh setiap kepala rumah tangga, namun pada
kenyataannya sarana umum tersebut masih sangat jarang dijumpai dibeberapa
daerah kepulauan di kabupaten Pangkep.
Sarana
dan prasarana pendidikan juga jarang ditemui sehingga memicu rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat kepulauan. Demikian pula dengan sarana kesehatan. Medan
yang jauh dan berat dengan ketiadaan sarana dan fasilitas, menjadikan kawasan
kepulauan merupakan alternatif terakhir bagi profesi kesehatan. Puskesmas atau
posko kesehatan yang jumlahnya sangat jarang di kawasan kepulauan lebih sering
tutup daripada menerima pasien.
2.
Rendahnya
kualitas SDM
Rendahnya
kualits SDM disebabkan karena ketiadaan sarana dan prasarana pendidikan yang
menunjang. Selain itu, materi yang diajarkan juga sangat minim dan tidak
memungkinkan untuk dibandingkan dengan sekolah diperkotaan. Sekolah masih dianggap
identik dengan cukup tahu membaca, menulis dan menghitung sederhana, pendidikan
bukan merupakan atribut penting bagi mereka. Pemahaman yang demikian
berimplikasi pada sikap mereka terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang
biasanya tidak memperhitungkan efek jangka panjang.
3.
Rendahnya
pengawasan dan penegakan hukum
Kurangnya
pengawasan dan penegakan hukum terhadap oknum-oknum yang melakukan pelanggaran
menjadikan pihak-pihak tertentu merasa bebas mengeksploitasi sumberdaya alam
yang ada baik secara terang-terangan, sembunyi-sembunyi ataupun kompromi dengan
pihak-pihak tertentu.
4.
Degradasi
lingkungan SDI
Bertambahnya
jumlah nelayan yang tidak terkontrol yang dibarengi dengan meningkatnya jumlah
alat tangkap yang digunakan khususnya diperairan pesisir pantai telah mendorong
tingginya tekanan penangkapan dan kompetisi antar nelayan. Kondisi ini juga
semakin diperparah dengan maraknya aksi illegal
fishing yang dilakukan oleh beberapa pihak. Kerusakan akibat praktek
pemanfaatan yang tidak terencana dan ramah lingkungan ini memicu berbagai
persoalan dan efek domino. Misalnya jumlah ikan yang semakin berkurang, hasil
tangkapan yang semakin berkurang pula sehingga nelayan harus menangkap ikan ke fishing ground yang lebih jauh.
Selanjutnya, akibat ketiadaan sarana yang memadai sehingga mereka melakukan
berbagai jalan pintas yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan pada saat itu.
Mereka mengorbankan rasionalitas mereka untuk pemanfaatan berkelanjutan.
Padahal kerusakan lingkungan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk pemulihan.
5.
Rendahnya
pemasaran dan akses pasar
Hasil-hasil
perikanan yang diperoleh membutuhkan suatu prasarana berupa pasar ataupun
perusahaan yang dapat membantu proses pemasaran atau penyalurannya ke konsumen.
Hasil-hasil perikanan yang dipasarkan tidak hanya dalam bentuk segar tetapi
juga dalam bentuk olahan. Hasil-hasil perikanan dalam bentuk olahan umumnya
masih menemui kesulitan dalam hal pemasarannya. Hal ini menyebabkan masyarakat
enggan untuk memulai usaha dalam bidang tersebut.
6.
Penetapan
APBD yang masih menggunakan model Elit-Massa
Sejak
bergulirnya otonomi daerah sebagai jawaban atas ketimpangan dalam menengahi
kebijakan dari pusat, maka pemerintah provinsi sampai kabupaten mulai berusaha
membagi secara adil pelayanan terhadap kepentingan publik. Namun hal ini
menemukan sedikit ketimpangan dengan penetapan APBD Pangkep tahun 2011 dimana
terjadi pengalokasian dana yang tidak berimbang antara belanja pegawai
(birokrasi) sebesar 60% dan kepentingan alokasi publik yang hanya menyisakan
40% dari total anggaran Rp. 665 M. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi
perumusan kebijakan publik yang tidak mempertimbangkan skala prioritas
masyarakat secara luas.
7.
Meningkatnya
inflasi
Meningkatnya
inflasi ikan segar ternyata berakibat pada harga ikan segar dimasyarakat.
Secara logis hal ini pasti akan berdampak positif, karena secara otomatis
adanya kenaikan harga ikan segar pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan akan
mengalami peningkatan, dengan demikian kesejahteraan pun akan meningkat. Akan
tetapi secara nyata dilapangan, kenaikan harga ikan segar tersebut ternyata
berdapak negative terhadap kesejaheraan nelayan dan pembudidaya ikan. Hal
tersebu disebabkan karena terus meningkatnya kebutuhan rumah tangga dan biaya
produksi perikanan yang semakin tinggi, baik untuk para nelayan maupun para
pembudidaya ikan.
Ø OPPORTUNITIES (O) /
PELUANG
1.
Adanya
program kegiatan perikanan pusat
Rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP) tahun 2005-2025 yang menargetkan Indonesia
menjadi Negara maritime yang maju, mandiri dan kuat sesuai dengan visi rencana
strategis pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014, yaitu Indonesia
sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015. Misinya
menyejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan.
Luas
wilayah lautan Indonesia khususnya Kabupaten Pangkep adalah modal mewujudkan
industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan yang pesat merangsang
perikanan tangkap dan perikanan budidaya untuk menyediakan bahan baku di hulu,
industri pengolahan di tengah, serta pemasaran dihilir. Sektor jasa pun akan
ikut berkembang, misalnya dengan pendirian koperasi perikanan. Kegiatannya bisa
membuka peluang kerja, menambah pendapatan dan permintaan masyarakat, memacu
konsumsi ikan, serta mempercepat peningkatan dan perluasan ekspor produk
perikanan.
2.
Berkembangnya
paradigma nasional maupun internasional tentang konservasi
Adanya
program pemerintah yang menargetkan Indonesia sebagai Negara maritime yang
maju, kuat dan mandiri berimplikasi pada pola fikir masyarakat yang beralih
dari daratan ke maritime yang berkonsep pembangunan berkelanjutan untuk
meningkatkan produksi kelautan dan perikanan. Hal ini berarti bahwa berbagai
upaya pelestraian lingkungan yang tetap memperhatikan keseimbangan alam harus
dilakukan. Selain bersifat nasional, pengelolaan konservasi laut juga telah
menjadi perbincangan internasional yang dikenal dengan asas atau gagasan Arvid
Pardo yang disampaikan pada Sidang Majelis Umum PBB tahun 1967. Gagasan
tersebut mengandung suatu kesadaran yang kuat akan perlunya suatu perlindungan
terhadap lingkungan laut secara global disebabkan oleh tekanan-tekanan dari
pertambahan penduduk, kemajuan teknologi dan ketergantungan yang bertambah
daripada umat manusia pada laut sebagai sumber kekayaan alam. Pemahaman
tersebut terus berkembang hingga saat ini sehingga dicetuskanlah kebijakan
pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (KKL) untuk mewujudkan upaya-upaya
konservasi dan perlindungan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan Nasional
yang lestari dan berkelanjutan
3.
Adanya
peningkatan pendidikan masyarakat
Bagi
suatu bangsa yang ingin maju, pendidikan harus dipandang sebagai sebuah
kebutuhan karena pendidikan baik secara formal maupun informal akan mencetak
sumberdaya manusia yang berkualitas baik dari segi spiritual, intelegensi dan
skill. Oleh karena itu, pemerintah berupaya meningkatkan pembinaan pendidikan
masyarakat melalui berbagai program yang teintegrasi dengan program keaksaraan
usaha mandiri, pengembangan budaya baca masyarakat dan pemberdayaan perempuan.
Selain, itu berbagai penyediaan beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu
maupun yang berprestasi semakin membuka peluang bagi masyarakat untuk terus
bersekolah dan belajar.
4.
Adanya
perkembangan teknologi di bidang perikanan
Perkembangan
teknologi dalam bidang kelautan dan perikanan sudah sangat pesat sehingga
diharapkan dapat membantu dalam proses pengelolaan kelautan dan perikanan.
Technologi yang umumnya sering digunakan adalah GPS untuk navigasi, SIG untuk
eksplorasi kelautan, instrumentasi kelautan, akustik kelautan, digital computer
dll. Selain itu, kemajuan teknologi yang pesat jga menjadi modal untuk
memudahkan masyarakat dalam mengelolah SDA yang ada.
5.
Tingginya
potensi pasar nasional dan internasional
Adanya
Industrialisasi perikanan yang dicanangkan pada Renstra kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014 serta keikutsertaan Indonesia dalam mempromosikan potensi
produk perikanan melalui ajang Pameran Seafood International European Seafood
Exposition (ESE) merupakan langkah strategis yang ditujukan untuk membantu
pelaku usaha khususnya dalam bidang perikanan untuk memasarkan, memperkenalkan
dan mengembangkan produk di pasar Internasional, khususnya di Uni Eropa
Ø THREATS (T) / ANCAMAN
1.
Illegal fishing dan unreported fishing
Kebijakan
Menteri Kelautan dan Perikanan (Men-Kep) Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II
yang mengurangi hari operasi Kapal pengawas Perikanan dari 180 hari menjadi 100
hari telah memicu maraknya praktek pencurian ikan di perairan Indonesia. Data
kementrian Kelautan dan Perikanan (2010) menunjukkan bahwa tren kapal perikanan
asing yang masuk secara illegal ke perairan indonesia sejak Januari sampai Juni
2010 cenderung mengalami peningkatan. Mereka telah memanfaatkan kelengahan
pemerintah Indonesia dalam mengawasi perairannya. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah kapal ikan asing yang tertangkap, sampai akhir juni 2010 tercatat dari
116 kapal ikan illegl yang tertangkapkapal engawas perikanan, 112 diantaranya
merupakan kapal ikan asing, dengan kerugian Negara yang dapat diselamatkan
mencapai Rp. 277,03 M. Data KKP (2010) menunjukkan bahwa sepanjang periode
Januari-Juni 2010 kapal ikan asing yang melakukan pencurian ikan di perairan
Indonesia di domonasi oleh negara Malaysia, Vietnam, Thailand, RRC dan
Philipina.
Di
Indonesia, bukan hanya illegal fishing yang menjadi ancaman perikanannya tetapi
praktek perikanan yang tidak dilaporkan juga selalu menjadi masalah besar yang
belum tuntas terselesaikan. Data FAO (2009) menunjukkan bahwa produksi ikan
tuna nasional dalam kurung waktu 1989-2006 mengalami pertumbuhan sebesar 4,74%
per tahun. Sementara itu produksi ikan tuna nasional yang berasal dar impor
dalam kurung waktu 1989-2007 mengalami pertumbuhan sebesar 1.799% pertahun.
Jadi jumlah total produksi tuna nasional pada tahun 2006 sebesar 575.087,85 ton
(sudah termasuk impor). Data FAO (2009) juga menunjukkan bahwa total produksi
ikan tuna nasional yang tidak diserap oleh pasar ekspor tersebut dalam kurung
waktu 1989-2007 rata-rata mencapai 91,43% per tahun. Namun hal yang
mengherankan terjadi dilapangan karena banyak perusahaan pengalengan tuna
nasional yang kekurangan bahan baku padahal setiap tahunnya bahan baku ikan
tuna nasioanl sangat melimpah. Ternyata berdasarkan informasi dari aparat
keamanan, penyebab salah satu penyebab dari masalah tersebut adalah maraknya
modus pemindahan hasil tangkapan ke kapal lain ditengah laut sehingga mereka
tidak melaporkan seluruh hasil tangkapan mereka ke pihak berwenang.
2.
Pencemaran
minyak dilaut
Masalah
pencemaran minyak di laut kerap kali terjadi di perairan Indonesia karena letak
geografis Indonesia yang merupaan jalur pelayarn internasional dan Indonesia
merupakan salah satu Negara pengekspor minyak mentah. Perairan Indonesia yang
dilewati kpal bermuatan minyak misalnya adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan,
perairan selatan pula Sumatera, Selat Lombok dan Selat Makassar. Diperkirakan
per hari sebanyak 7 juta barel minyak mentah (27% dari sejumlah wilayah yang
ditransportasikan di dunia) melewati selat Malaka, 14% menuju singapura dan
sisanya melewati Laut Cina Selatan Menuju Jepang dan Korea Selatan, dan
sebanyak 0,3 juta barel per hari (1%) melalui perairan selatan pulau Sumatera,
dan 5-6 kapal tanker raksasa bermuatan 250.000 ton melewati Selat Lombok dan
Makassar. Kasus-kasus tumpahan minyak tersebut member dampak yang signifikan bagi
perairan laut khususnya biota laut dan ekosistem pesisir lainnya, seperti
terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove.
3.
Adanya
fenomena Pemanasan Global
Fenomena
pemanasan global terhadap bumi tidak dapat terhindarkan lagi. Pemansan global
telah mebawa dampak terhadap meningkatnya angka emisi gas secara global,
peningkatan temperatur dan juga terjadinya peningkatan permukaan air laut.
Berdasarkan data-data dari IPCC (Intergovermental
Panel on Climate Change), kenaikan permukaan air laut global rata-rata
sebesar 1,8 mm per tahun anttara periode 1961 – 2003. Sehingga diperkirakan
dalam 100 tahun terakhir akan terjadi peningkatan air laut setinggi 10 – 25 cm.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2009), daerah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang akan tenggelam 100 tahun lagi dari sekarang meliputi daerah seluas
475.905 hektar atau rata-rata kehilangan lahan/pulau sebesar 4,76 hektar per
tahun. Perubahan iklim yang memacu terjadinya pemanasan global (global warming) memiliki dampak yang
sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup biota laut. Kerusakan karang yang
tinggi akibat peningkatan suhu air lauut akan berimplikasi ke kehidupan
organisme air yang hidup berinteraksi dengan terumbu karang, termasuk ikan yang
merupakan komoditas ekonomis bagi manusia.
4.
Meningkatnya
persaingan produk hasil perikanan
Memasuki
era globalisasi, tentu menuntut suatu Negara agar mampu bersaing dalam kancah
perdagangan internasional termasuk dalam perdagangan produk hasil perikanan.
Indonesia sebagai salah satu Negara pengekspor hasil perikanan diharapkan mampu
meningkatkan mutu hasil produksinya agar dapat bersaing dengan Negara-negara
lainnya seperti Vietnam dan Thailand. Diantara kedua Negara tersebut, daya
saing produk perikanan Indonesia masih jauh dibawah produk perikanan kedua
Negara tersebut. Sehingga walaupun Indonesia termasuk sebagai Negara kelima
penghasil produksi perikanan dunia, namun demikian nilai ekspor perikanan
Indonesia maksimal berada pada peringkat kesepuluh dunia. Dengan demikianuntuk
meningkatkan kinerja ekonomi perikanan jangan hanya bertumpu pada pendekatan
peningkatan produksi tetapi perlu diikuti dengan pembangunan industri
pengolahan perikanan nasional yang saat ini masih terpuruk.
5.
Belum
adanya alternatif pakan ikan selain impor tepung ikan
Ketersediaan
pakan bagi perikanan budidaya di Indonesia masih mengandalkan mekanisme impor.
Menurut ketua Bidang Akuakultur Asosiasi Produsen Pakan Indonesia Denny
Indrajaya, kapasitas produksi tepung ikan di Indonesia hanya sekitar 45.000 ton
atau hanya sekitar 30% dari total kebutuhan setiap tahun. Indonesia masih
sangat mengandalkan tepung ikan impor dari Thailand dan Vietnam.
III.
STRATEGI KEBIJAKAN
BERDASARKAN ANALISIS SWOT
Strategi
kebijakan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan perikanan kabupaten Pangkep
berdasarkan analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Strategi
Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Pangkep
|
STRENGTH
|
WEAKNESSES
|
OPPORUNITIES
|
S – O
|
O - W
|
SO1.Mengelola
sumberdaya kelautan dan perikanan
sebagai objek pariwisata
SO2.Melakukan pengelolaan
berbasis pendekatan ekosistem
SO3.Memperkuat
kelembagaan dan sumberdaya manusia secara terintegrasi
SO4.Memperluas
alur pasar domestik dan internasional
|
OW1.Penyediaan
sarana dan prasarana yang lebih
produktif dn ramah lingkungan
OW2.Mengelola
sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis teknologi ramah lingkungan
OW3.Peningkatan
pengawasan dan penegakan hukum dengan pendekatan solidaritas regional
OW4.Pengembangan
jaminan pendidikan dan kesehatan gratis bagi nelayan yang melakukan
konservasi ekosistem peisir dan laut secara mandiri
OW5.Pemberdayaan
masyarakat dengan pendekatan berbasis subyek
|
|
THREATH
|
S – T
|
W - T
|
ST1. Peningkatan
pengawasan melalui penambahan spot pengawasan, penambahan hari operasi serta
jumlah aparat keamanan dan kapal pengawas yang bekerjasama dengan masyarakat
setempat dan pengawas pusat.
ST2. Pengembangan duel economic untuk menghadapi
perubahan iklim
ST3. Menerapkan pajak
progresif bagi pihak-pihak yang melakukan pencemaran lingkungan
ST4. Meningkatkan
produktivitas berbasis pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan
|
WT1.Peningkatan
pengawasan terhadap wilayah perairan
WT2.Pengembangan dan
peningkatan diversifikasi dan mutu produk hasil perikanan
WT3.Penyelenggaran
penyuluhan terkait pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan yang
pelaksanaannya dikontrol oleh peraturan desa setempat
WT4. Pengembangan
perikanan umum yang bersifat organik
|
Ø
STRENGTHS – OPPORTUNITIES (S – O)
SO1.
Mengelola sumberdaya kelautan
sebagai objek wisata bahari
-
Luas
wilayah perairan yang cukup besar dan terdiri atas beberapa pulau dengan
potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang tinggi merupakan suatu modal
bagi masyarakat dan pemerintah kabupaten Pangkep untuk menggerakkan wisata
bahari kepulauan dan pesisirnya yang memosisikan rakyat sebagai pelaku
utamanya. Sehingga setidaknya diharapkan akan mampu menggerakkan ekonomi rakyat
disektor kelautan dan perikanan. Pengelolaan objek wisata bahari dengan memperhatikan
prinsip-prinsip ekologi juga diharapkan menjadi langkah yang tepat untuk
mencegah terjadinya degradasi lingkungan yang lebih ekstrim.
SO2. Melakukan pengelolaan berbasis pendekatan
ekosistem
-
Indikator
kunci pengelolaan berbasis pendekatan ekosistem adalah membangun keberlanjutan
keseimbangan ekologis dan sosio-ekonomi. Artinya, dalam suatu pengelolaan
kelautan dan perikanan harus memperhatikan keberagaman sumberdaya alam serta
berbagai proses interaksi yang terjadi didalamnya.
SO3. Memperkuat
kelembagaan dan sumberdaya manusia secara terintegrasi
-
Kelembagaan
tradisional/lokal dan kearifan lokal menjadi instrument kelembagaan untuk
mewujudkan pengembangan wilayah pesisir. Pemerintah harus bermitra dengan
organisasi gerakan masyarakat dan memfasilitasi organisasi rakyat untuk menjaga
kelestarian sumberdaya, ekosistem dan lingkungan pesisir.
SO4. Memperluas
alur pasar domestik dan internasional
-
Produksi
hasil perikanan yang tinggi dengan kualitas atau mutu produk yang tinggi dan
didukung oleh teknologi tepat guna yang ramah lingkungan diharapkan dapat
menjadi salah satu modal bagi masyarakat untuk memperluas alur pemasaran produk
mereka baik ditingkat nasional maupun internasional. Produk perikanan yang
berkualitas diharapkan mampu bersaing dengan produk dari Negara-negara lain
yang telah terlebih dahulu menguasai pasar internasional.
Ø
OPPORTUNITIES – WEAKNESSES (O – W)
OW1. Penyediaan sarana dan prasarana yang lebih produktif dan ramah lingkungan
-
Ketersediaan
sarana dan prasarana merupakan salah satu aspek yang dapat menunjang
berjalannya suatu pengelolaan perikanan dan kelautan. Sarana dan prasarana yang
produktif dan ramah lingkungan merupakan suatu solusi unrtuk mencegah
terjadinya proses perikanan yang hanya mementingkan aspek ekonomis tanpa
mempertimbangkan aspek ekologis. Apabila sarana dan prasarana yang produktif
dan ramah lingkungan telah tersedia, maka keberlangsungan ekosistem pesisir
diharapkan dapat terjaga.
OW2. Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan
berbasis teknologi ramah lingkungan
-
Sumberdaya
kelautan dan perikanan harus dikelola dengan tepat agar kelangsungan berbagai
ekosistem didalamnya dapat tetap terjaga. Pengelolaan berbasis teknologi ramah
lingkungan diharapakan dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang saat
ini banyak terjadi karena proses pemanfaatan yang tidak bertanggung jawab.
OW3. Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum
dengan pendekatan solidaritas regional
-
Peningkatan
pengawasan dan penegakan hukum dengan pendekatan solidaritas regional merupakan
konsep yang memadukan kerjasama antar sektor, antar intuisi Negara dan antar
Negara. Kerjasama antar Negara terutama untuk mengatasi problem di perbatasan
yang mengancam perairan Indonesia. Selain itu, diterapkan pula kerjasama antar
daerah untuk mengoptimalkan pengawasan pelayaran antar daerah atau antar pulau.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengawasan perairan juga lebih dioptimalkan
mengingat mereka mempunyai rasa memiliki yang lebih kuat dan lebih besar
terhadap wilayah perairannya sehingga dapat membantu pemerintah dalam
pengawasannya.
OW4. Pengembangan
jaminan pendidikan dan kesehatan gratis bagi nelayan yang melakukan konservasi
ekosistem pesisir dan laut secara mandiri
-
Masyarakat
pesisir ataupun kepulauan umumnya masih identik dengan rendahnya taraf
pendidikan serta kurangnya sarana dan prasarana kesehatan. Oleh karena itu,
dengan banyaknya program peningkatan pendidikan di Indonesia, pengembangan
jaminan pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat nelayan khususnya bagi
yang melakukan konservasi ekosistem pesisir dan laut secara mandiri. Kebijakan
seperti ini diharapkan mampu memberikan keuntungan terhadap masyarakat dan
lingkungan. Karena dengan adanya program yang demikian, masyarakat secara
otomatis akan berlomba-lomba untuk melakukan konservasi terhadap lingkungannya
yang otomatis dengan konservasi tersebut, mereka dapat terhindar dari degradasi
lingkungan yang saat ini banyak mengancam wilayah pesisir dan kepulauan.
OW5. Pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan
berbasis subyek
-
Selama
ini pemberdayaan masyrakat umumnya yang menjadi sasarannya adalah nelayan atau
pembudidaya ikan. Ini artinya pendekatan pemberdayaannya lebih melihat
“komoditas” karena nelayan diasumsikan pasti menangkap ikan. Pembudidaya ikan
juga diasumsikan sebagai pembudidaya ikan baik pembudidaya keramba jaring apung
maupun rumput laut. Padahal di pulau kecil atau dipesisir juga ada pedagang,
buruh kasar, nelayan buruh, pelayan rumah makan dan jasa penyelaman (pariwisata
bahari) hingga pelaut. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat dengan
pendekatan berbasis subyek diharapkan bisa melihat kondisi masyarakat pesisir
atau kepulauan secara lebih spesifik.
Ø
STRENGTHS – WEAKNESSES (S – T)
ST1. Peningkatan pengawasan melalui
penambahan spot pengawasan, penambahan jumlah operasi serta jumlah aparat
keamanan dan kapal pengawas yang bekerjasama dengan masyarakat setempat dan
pengawas pusat
-
Praktik
illegal fishing merupakan masalah klasik yang tidak pernah habis menghantui
wilayah perairan Indonesia. Oleh karena diperlukan suatu peningkatan pengawasan
dengan menambah spot-spot pengawasan khususnya diwilayah perbatasan serta
diwilayah perairan yang dideteksi memiliki kandungan sumberdaya alam yang
tinggi. Hal ini tentu harus diikuti dengan penambahan jumlah aparat serta kapal
pengawas yang dibekali dengan teknologi yang canggih. Karena selama ini yang
membuat aparat kadang sulit membekuk pelaku kejahatan adalah karena minimnya
alat yang mereka gunakan jika dibandingkan dengan peralatan yang digunakan oleh
pelaku. Selain itu, dengan membangun kerjasama dengan masyarakat lokal yang
tentunya lebih mengetahui situasi diwilayahnya diharapkan dapat membantu
pemerintah dalam proses pengawasannya.
ST2. Pengembangan duel economic untuk menghadapi perubahan iklim
-
Duel economic (ekonomi ganda) yang dimaksud adalah
kelautan/perikanan bekerjasama dengan pertanian atau kehutanan untuk menghadapi
perubahan iklim. Model adaptasi semacam ini sebagai bentuk adaptasi ekonomi
yang juga mempertimbangkan kearifan lokal. Kerjasama ini misalnya diwujudkan
melalui kerjasama penanaman mangrove disekitar pantai untuk mencegah terjadinya
abrasi.
ST3. Menerapkan
pajak progresif bagi pihak-pihak yang melakukan pencemaran lingkungan
-
Degradasi
lingkungan yang diakibatkan oleh tumpahan minyak, bahan beracun, sampah serta
penyedotan air tanah wilayah pesisir. Pemerintah harus menerapkan pajak
progresif lingkungan pada orang, kelompok orang dan badan usahayang
aktifitasnya berpotensi memusnahkan ekosistem pesisir hingga mengancam
kehidupan flora dan fauna endemiknya.
ST4. Meningkatkan
produktivitas berbasis pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan
-
Program
pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara maritime yang kuat
maju dan mandiri tentu tidak lepas dari program peningkatan produktivitas.
Namun satu hal yang harus ditanamkan adalah peningkatan produktifitas tersebut
harus didasari dengan pengetahuan dan penggunaan teknologi yang ramah
lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan
dalam proses pemanfaatan sumberdaya alam.
Ø
WEAKNESSES – THREATHS (W – T)
WT1. Peningkatan pengawasan terhadap wilayah
perairan
-
Posisi
perairan Indonesia yang berada dijalur pelayaran internasional maupun domestik
menjadikan wilayah perairan sangat rawan terhadap berbagai tindakan kejahatan.
Oleh karena itu pengawasan harus semakin diperketat untuk mencegah terjadinya
kerugian yang lebih besar yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
WT2. Pengembangan
dan peningkatan diversifikasi dan mutu produk hasil perikanan
-
Sebagai
Negara maritim yang ikut berpartisipasi sebagai penyuplai produksi hasil
perikanan baik secara domestic maupun internasional, masyarakat Indonesia tentu
dihadapkan pada tingginya persaingan produk dengan Negara-negara lainnya
seperti Cina, Jepang dan Thailand. Oleh karena itu, difersifikasi dan perbaikan
mutu produk hasil perikanan sangat diharapkan agar produk tersebut mampu
bertahan dan diminati oleh masyarakat dunia.
WT4. Penyelenggaran
penyuluhan terkait pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan yang
pelaksanaannya dikontrol oleh peraturan desa setempat
-
Fenomena
global warming yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem adalah suatu hal
yang tidak dapat terhindarkan. Oleh karena itu diperlukan suatu langkah yang
tepat untuk mengatasinya. Dengan melakukan penyuluhan terkait pengelolaan
lingkungan secara berkelanjutan yang pelaksanaannya dikontrol oleh peraturan
desa setempat diharapkan dapat menyadarkan masyarakat bahwa pengelolaan
lingkungan bukan hanya persoalan pemerintah pusat atau daerah tetapi merupakan
persoalan kita bersama. Sebagai masyarakat lokal, tentunya mereka lebih
mengerti tentang kondisi daerahnya.
WT5. Pengembangan
perikanan umum (danau, kolam dan sungai) yang bersifat organik
-
Suatu
pendekatan pengelolaan perikanan berkelanjutan yang berbasiskan sumberdaya
perikanan lokal (termasuk ikan endemic dan non-endemik), kelembagaan/kearifan
lokal, tetap mempertahankan siklus alamiah ekosistem perairan umum dan biosfir
dari hulu hingga hilir tanpa memasukan input luar yang merusaknya. Perikanan
organic ini akan mengurangi ketergantungan dari pakan buatan. Positifnya,
produk perikanan organic amat menyehatkan karena menghindari dampak bahan kimia
yang bersumber dari pakan buatan yang tak habis diabsorbsi dalam tubuh ikan.
Selain itu, hal ini juga akan memandirikan petani tambak karena akan
meningkatkan kapasitas mereka untuk membuat pakan sendiri dari bahan baku dari
lingkungan sekitarnya dengan teknologi tepat guna dengan skala rumah tangga.
IV.
PENYUSUNAN PROGRAM
STRATEGIS
Dalam rangka menyusun program stragis yang prioritas
diantara program-program yang lain makan digunakan metode saaty.
-
Program strategis pengelolaan perikanan kabupaten pangkep
a
|
Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai objek pariwisata
|
b
|
Melakukan pengelolaan berbasis pendekatan ekosistem
|
c
|
Memperkuat kelembagaan dan sumberdaya manusia secara
terintegrasi
|
d
|
Memperluas alur pasar domestik dan internasional
|
e
|
Penyediaan sarana dan prasarana yang lebih produktif dan ramah lingkungan
|
f
|
Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis teknologi
ramah lingkungan
|
g
|
Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum dengan pendekatan
solidaritas regional
|
h
|
Pengembangan jaminan pendidikan dan kesehatan gratis bagi
nelayan yang melakukan konservasi ekosistem peisir dan laut secara mandiri
|
i
|
Pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan berbasis subyek
|
j
|
Peningkatan pengawasan melalui penambahan spot pengawasan,
penambahan hari operasi serta jumlah aparat keamanan dan kapal pengawas yang
bekerjasama dengan masyarakat setempat dan pengawas pusat
|
k
|
Pengembangan duel economic untuk menghadapi perubahan
iklim
|
l
|
Menerapkan pajak progresif bagi pihak-pihak yang melakukan
pencemaran lingkungan
|
m
|
Meningkatkan produktivitas berbasis pengetahuan dan teknologi
ramah lingkungan
|
n
|
Peningkatan pengawasan terhadap wilayah perairan
|
o
|
Pengembangan dan peningkatan diversifikasi dan mutu produk hasil
perikanan
|
p
|
Penyelenggaran penyuluhan terkait pengelolaan lingkungan secara
berkelanjutan yang pelaksanaannya dikontrol oleh peraturan desa setempat
|
q
|
Pengembangan perikanan umum yang bersifat organic
|
Tabel Saaty
Langkah
penentuan prioritas :
1.
Menetukan
matriks perbandingan berpasangan
|
a
|
B
|
c
|
d
|
E
|
f
|
g
|
H
|
i
|
j
|
K
|
l
|
M
|
n
|
o
|
p
|
Q
|
a
|
1,00
|
0,13
|
0,17
|
0,20
|
0,20
|
0,13
|
0,14
|
0,25
|
0,13
|
0,33
|
0,11
|
0,33
|
0,20
|
0,33
|
0,17
|
0,14
|
0,20
|
b
|
8,00
|
1,00
|
4,00
|
7,00
|
5,00
|
5,00
|
4,00
|
4,00
|
0,13
|
5,00
|
0,13
|
4,00
|
5,00
|
4,00
|
0,20
|
0,20
|
0,17
|
c
|
6,00
|
0,25
|
1,00
|
0,33
|
4,00
|
0,33
|
0,20
|
4,00
|
0,50
|
4,00
|
0,13
|
0,50
|
0,50
|
3,00
|
0,50
|
2,00
|
2,00
|
d
|
5,00
|
0,14
|
3,00
|
1,00
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,33
|
0,33
|
0,50
|
7,00
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
4,00
|
3,00
|
2,00
|
e
|
5,00
|
0,20
|
0,25
|
2,00
|
1,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,33
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
f
|
8,00
|
0,20
|
3,00
|
3,00
|
2,00
|
1,00
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
0,25
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
g
|
7,00
|
0,25
|
5,00
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
1,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,20
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
h
|
4,00
|
8,00
|
0,25
|
3,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
1,00
|
0,50
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
3,00
|
3,00
|
i
|
8,00
|
0,20
|
8,00
|
3,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
1,00
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
j
|
3,00
|
7,69
|
0,25
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
1,00
|
0,33
|
2,00
|
0,33
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
k
|
9,00
|
0,25
|
8,00
|
0,14
|
3,00
|
4,00
|
5,00
|
3,00
|
3,00
|
3,00
|
1,00
|
2,00
|
3,00
|
4,00
|
2,00
|
3,00
|
3,00
|
l
|
3,00
|
0,20
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
1,00
|
0,50
|
2,00
|
0,25
|
0,33
|
2,00
|
m
|
5,00
|
0,25
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
3,00
|
3,00
|
0,33
|
2,00
|
1,00
|
3,00
|
3,00
|
0,50
|
2,00
|
n
|
3,00
|
5,00
|
0,33
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
0,25
|
0,50
|
0,33
|
1,00
|
0,33
|
2,00
|
2,00
|
o
|
6,00
|
5,00
|
2,00
|
0,25
|
2,00
|
3,00
|
3,00
|
2,00
|
3,00
|
3,00
|
0,50
|
4,00
|
0,33
|
3,00
|
1,00
|
3,00
|
4,00
|
p
|
7,00
|
6,00
|
0,50
|
0,33
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
0,33
|
2,00
|
2,00
|
0,33
|
3,00
|
2,00
|
0,50
|
0,33
|
1,00
|
2,00
|
q
|
5,00
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,25
|
0,50
|
1,00
|
∑
|
93,00
|
35,26
|
40,25
|
30,76
|
28,20
|
26,29
|
26,34
|
26,75
|
20,08
|
30,33
|
12,40
|
25,83
|
18,03
|
32,33
|
14,37
|
21,18
|
33,37
|
2. Menormalkan data yaitu dengan membagi
nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total
dari setiap kolom dan menghitung nilai eigen vaktor.
|
a
|
b
|
C
|
d
|
E
|
f
|
g
|
h
|
i
|
j
|
k
|
l
|
m
|
n
|
o
|
p
|
Q
|
a
|
0,01075
|
0,00355
|
0,00414
|
0,00650
|
0,00709
|
0,00475
|
0,00542
|
0,00935
|
0,00622
|
0,01099
|
0,00896
|
0,01290
|
0,01109
|
0,01031
|
0,01160
|
0,00675
|
0,00599
|
b
|
0,08602
|
0,02836
|
0,09938
|
0,22757
|
0,17730
|
0,19017
|
0,15184
|
0,14953
|
0,00622
|
0,16484
|
0,01048
|
0,15484
|
0,27726
|
0,12371
|
0,01392
|
0,00944
|
0,00500
|
c
|
0,06452
|
0,00709
|
0,02484
|
0,01084
|
0,14184
|
0,01268
|
0,00759
|
0,14953
|
0,02490
|
0,13187
|
0,01008
|
0,01935
|
0,02773
|
0,09278
|
0,03480
|
0,09445
|
0,05994
|
d
|
0,05376
|
0,00405
|
0,07453
|
0,03251
|
0,01773
|
0,01268
|
0,01898
|
0,01246
|
0,01660
|
0,01648
|
0,56454
|
0,01935
|
0,02773
|
0,01546
|
0,27842
|
0,14167
|
0,05994
|
e
|
0,05376
|
0,00567
|
0,00621
|
0,06502
|
0,03546
|
0,01902
|
0,01898
|
0,07477
|
0,02490
|
0,06593
|
0,02688
|
0,07742
|
0,02773
|
0,06186
|
0,03480
|
0,02361
|
0,05994
|
f
|
0,08602
|
0,00567
|
0,07453
|
0,09753
|
0,07092
|
0,03803
|
0,07592
|
0,07477
|
0,02490
|
0,01648
|
0,02016
|
0,01935
|
0,02773
|
0,06186
|
0,02320
|
0,02361
|
0,05994
|
g
|
0,07527
|
0,00709
|
0,12422
|
0,06502
|
0,07092
|
0,01902
|
0,03796
|
0,01869
|
0,02490
|
0,06593
|
0,01613
|
0,07742
|
0,02773
|
0,06186
|
0,02320
|
0,02361
|
0,05994
|
h
|
0,04301
|
0,22688
|
0,00621
|
0,09753
|
0,01773
|
0,01902
|
0,07592
|
0,03738
|
0,02490
|
0,01648
|
0,02688
|
0,01935
|
0,11091
|
0,06186
|
0,03480
|
0,14167
|
0,08991
|
i
|
0,08602
|
0,00567
|
0,19876
|
0,09753
|
0,07092
|
0,07607
|
0,07592
|
0,07477
|
0,04979
|
0,06593
|
0,02688
|
0,01935
|
0,01848
|
0,01546
|
0,02320
|
0,02361
|
0,05994
|
j
|
0,03226
|
0,21816
|
0,00621
|
0,06502
|
0,01773
|
0,07607
|
0,01898
|
0,07477
|
0,02490
|
0,03297
|
0,02688
|
0,07742
|
0,01848
|
0,06186
|
0,02320
|
0,02361
|
0,05994
|
k
|
0,09677
|
0,00709
|
0,19876
|
0,00464
|
0,10638
|
0,15214
|
0,18980
|
0,11215
|
0,14938
|
0,09890
|
0,08065
|
0,07742
|
0,16636
|
0,12371
|
0,13921
|
0,14167
|
0,08991
|
l
|
0,03226
|
0,00567
|
0,04969
|
0,06502
|
0,01773
|
0,07607
|
0,01898
|
0,07477
|
0,09959
|
0,01648
|
0,04032
|
0,03871
|
0,02773
|
0,06186
|
0,01740
|
0,01574
|
0,05994
|
m
|
0,05376
|
0,00709
|
0,04969
|
0,06502
|
0,07092
|
0,07607
|
0,07592
|
0,01869
|
0,14938
|
0,09890
|
0,02688
|
0,07742
|
0,05545
|
0,09278
|
0,20882
|
0,02361
|
0,05994
|
n
|
0,03226
|
0,14180
|
0,00828
|
0,06502
|
0,01773
|
0,01902
|
0,01898
|
0,01869
|
0,09959
|
0,01648
|
0,02016
|
0,01935
|
0,01848
|
0,03093
|
0,02320
|
0,09445
|
0,05994
|
o
|
0,06452
|
0,14180
|
0,04969
|
0,00813
|
0,07092
|
0,11410
|
0,11388
|
0,07477
|
0,14938
|
0,09890
|
0,04032
|
0,15484
|
0,01848
|
0,09278
|
0,06961
|
0,14167
|
0,11988
|
p
|
0,07527
|
0,17016
|
0,01242
|
0,01084
|
0,07092
|
0,07607
|
0,07592
|
0,01246
|
0,09959
|
0,06593
|
0,02688
|
0,11613
|
0,11091
|
0,01546
|
0,02320
|
0,04722
|
0,05994
|
q
|
0,05376
|
0,01418
|
0,01242
|
0,01626
|
0,01773
|
0,01902
|
0,01898
|
0,01246
|
0,02490
|
0,01648
|
0,02688
|
0,01935
|
0,02773
|
0,01546
|
0,01740
|
0,02361
|
0,02997
|
3.
Menguji
konsistensinya, jika
tidak konsisten maka
pengambilan data (preferensi) perlu diulangi
Jumlah
|
VE
|
Jumlah x VE
|
93,00
|
0,01
|
0,746046724
|
35,26
|
0,11
|
3,890870523
|
40,25
|
0,05
|
2,166003379
|
30,76
|
0,08
|
2,473261505
|
28,20
|
0,04
|
1,131253776
|
26,29
|
0,05
|
1,238238412
|
26,34
|
0,05
|
1,237974717
|
26,75
|
0,06
|
1,652915555
|
20,08
|
0,06
|
1,167583625
|
30,33
|
0,05
|
1,531751752
|
12,40
|
0,11
|
1,411311844
|
25,83
|
0,04
|
1,091009058
|
18,03
|
0,07
|
1,283924848
|
32,33
|
0,04
|
1,339681399
|
14,37
|
0,09
|
1,287655453
|
21,18
|
0,06
|
1,332022001
|
33,37
|
0,02
|
0,719545187
|
λ max
|
25,70104976
|
CI = 0,543816
CR = 0,031989
Keterangan ; jika CR lebih kecil atau sama 0,1 maka skor
cukup konsisten.
4. Menentukan prioritas alternatif
terbaik dari total rangking
|
a
|
b
|
c
|
d
|
E
|
F
|
G
|
h
|
i
|
j
|
k
|
l
|
m
|
n
|
o
|
p
|
q
|
Hasil
kali
|
Akar
|
VP
|
a
|
1,00
|
0,13
|
0,17
|
0,20
|
0,20
|
0,13
|
0,14
|
0,25
|
0,13
|
0,33
|
0,11
|
0,33
|
0,20
|
0,33
|
0,17
|
0,14
|
0,20
|
1,82257E-12
|
1,0721E-13
|
9,48632E-19
|
b
|
8,00
|
1,00
|
4,00
|
7,00
|
5,00
|
5,00
|
4,00
|
4,00
|
0,13
|
5,00
|
0,13
|
4,00
|
5,00
|
4,00
|
0,20
|
0,20
|
0,17
|
3882,666667
|
228,3921569
|
0,00202089
|
c
|
6,00
|
0,25
|
1,00
|
0,33
|
4,00
|
0,33
|
0,20
|
4,00
|
0,50
|
4,00
|
0,13
|
0,50
|
0,50
|
3,00
|
0,50
|
2,00
|
2,00
|
0,2
|
0,011764706
|
1,04098E-07
|
d
|
5,00
|
0,14
|
3,00
|
1,00
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,33
|
0,33
|
0,50
|
7,00
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
4,00
|
3,00
|
2,00
|
0,208333333
|
0,012254902
|
1,08435E-07
|
e
|
5,00
|
0,20
|
0,25
|
2,00
|
1,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,33
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,083333333
|
0,004901961
|
4,33742E-08
|
f
|
8,00
|
0,20
|
3,00
|
3,00
|
2,00
|
1,00
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
0,25
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
1,2
|
0,070588235
|
6,24588E-07
|
g
|
7,00
|
0,25
|
5,00
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
1,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,20
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
1,166666667
|
0,068627451
|
6,07239E-07
|
h
|
4,00
|
8,00
|
0,25
|
3,00
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
1,00
|
0,50
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
3,00
|
3,00
|
9
|
0,529411765
|
4,68441E-06
|
i
|
8,00
|
0,20
|
8,00
|
3,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
1,00
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
11,37777778
|
0,669281046
|
5,92202E-06
|
j
|
3,00
|
7,69
|
0,25
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
1,00
|
0,33
|
2,00
|
0,33
|
2,00
|
0,33
|
0,50
|
2,00
|
0,854700855
|
0,050276521
|
4,44864E-07
|
k
|
9,00
|
0,25
|
8,00
|
0,14
|
3,00
|
4,00
|
5,00
|
3,00
|
3,00
|
3,00
|
1,00
|
2,00
|
3,00
|
4,00
|
2,00
|
3,00
|
3,00
|
1799588,571
|
105858,1513
|
0,93666842
|
l
|
3,00
|
0,20
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
1,00
|
0,50
|
2,00
|
0,25
|
0,33
|
2,00
|
0,2
|
0,011764706
|
1,04098E-07
|
m
|
5,00
|
0,25
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
0,50
|
3,00
|
3,00
|
0,33
|
2,00
|
1,00
|
3,00
|
3,00
|
0,50
|
2,00
|
1080
|
63,52941176
|
0,00056213
|
n
|
3,00
|
5,00
|
0,33
|
2,00
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
2,00
|
0,50
|
0,25
|
0,50
|
0,33
|
1,00
|
0,33
|
2,00
|
2,00
|
0,034722222
|
0,002042484
|
1,80726E-08
|
o
|
6,00
|
5,00
|
2,00
|
0,25
|
2,00
|
3,00
|
3,00
|
2,00
|
3,00
|
3,00
|
0,50
|
4,00
|
0,33
|
3,00
|
1,00
|
3,00
|
4,00
|
116640
|
6861,176471
|
0,06070999
|
p
|
7,00
|
6,00
|
0,50
|
0,33
|
2,00
|
2,00
|
2,00
|
0,33
|
2,00
|
2,00
|
0,33
|
3,00
|
2,00
|
0,50
|
0,33
|
1,00
|
2,00
|
49,77777778
|
2,928104575
|
2,59089E-05
|
q
|
5,00
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,50
|
0,33
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,25
|
0,50
|
1,00
|
3,39084E-05
|
1,99461E-06
|
1,7649E-11
|
∑
|
93,00
|
35,26
|
40,25
|
30,76
|
28,20
|
26,29
|
26,34
|
26,75
|
20,08
|
30,33
|
12,40
|
25,83
|
18,03
|
32,33
|
14,37
|
21,18
|
33,37
|
|
|
|
Ket : Prioritas
Pertama => k. Pengembangan duel economic untuk
menghadapi perubahan iklim
Prioritas
Kedua => o. Pengembangan dan peningkatan
diversifikasi dan mutu produk hasil perikanan
Prioritas
Ketiga => b. Melakukan pengelolaan berbasis
pendekatan ekosistem
Prioritas Keempat => m. Meningkatkan produktivitas
berbasis pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan
Prioritas Kelima => p. Penyelenggaran
penyuluhan terkait pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan yang
pelaksanaannya dikontrol oleh peraturan desa setempat
PROGRAM-PROGRAM STRATEGIS
Ø Pengembangan
duel economic untuk menghadapi
perubahan iklim
1. Membuat
panduan mengenai pengelolaan perikanan berbasis duel economic
2.
Melakukan
perekrutan staf atau tim ahli yang berkompeten dalam pengelolaan perikanan
berbasis duel economic
3.
Melakukan
sosialisasi dan penyuluhan seputar
duel economic untuk menghadapi perubahan iklim kepada masyarakat
4.
Meningkatkan peran serta masarakat dalam pengelolaan
perikanan
5.
Membuat
suatu kelompok masyarakat pengelola lingkungan perikanan yang didalamnya terdiri dari
orang-orang dengan latar belakang yang berbeda
Ø Pengembangan
dan peningkatan diversifikasi dan mutu produk hasil perikanan
1.
Penyuluhan
pengolahan hasil perikanan dan tantangannya dalam perdagangan produk hasil
perikanan secara internasional
2.
Penyuluhan
seputar penerapan HCCP dalam setiap
3.
Pameran
produk pengolahan hasil perikanan
4.
Pembentukan
kelompok usaha produktif pengolahan hasil perikanan
5.
Menjalin
kerjasama dengan beberapa perusahan ataupun LSM yang dapat membantu menyalurkan
berbagai produk yang dihasilkan oleh masyarakat
Ø Melakukan
pengelolaan berbasis pendekatan ekosistem
1.
Pembuatan
peta laut atau pantai setiap pulau yang menunjukkan batas-batas yang menjadi
kewenangan Pemerintah daerah, sehingga dapat menjadi acuan bagi penyusunan tata
ruang laut daerah dan penentuan konservasi
2.
Pelatihan
aparat yang ada dibidang pengelolaan wilayah pesisir. Pelatihan bagi aparatur
dilakukan secara non-formal, informal maupun formal. Secara non-formal dibuat
on the job training, secara in-formal aparat dapat belajar dari tenaga ahli
daerah dan secara formal dikembangkan kursus perencanaan pengelolaan pesisir
terpadu
3.
Mengintegrasikan program dari berbagai sektor pembangunan
daerah, Swasta dan Masyarakat.
4.
Menetapkan
peraturan daerah ataupun berbagai kebijakan yang dapat dijadikan landasan hukum
dalam pengelolaan wilayah konservasi.
5.
Membuat
kesepakatan dengan pemerintah daerah untuk memberikan dana yang permanen untuk
tujuan operasional pengelolaan perikanan kabupaten pangkep
6.
Pembentukan kelompok masyarakat
peduli lingkungan yang mampu melakukan pengelolaan berbasis masyarakat
disekitar tempat tinggal mereka.
7.
Menetapkan flora dan fauna yang diprioritaskan untuk
dilindungi dengan cara membangun sistem database keanekaragaman hayati laut.
8.
Penelitian terkoordinasi dan terpadu untuk menyediakan
data dan informasi seputar kawasan konservasi
Ø Meningkatkan
produktifitats berbasis pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan
1.
Pengembangan dan pengenalan sistem pengetahuan dan
teknologi ramah lingkungan
2.
Sosialisasi dan penyuluhan mengenai sistem pengelolaan
dan pengolahan hasil perikanan yang berdaya saing
3.
Pembinaan kelompok usaha produksi hasil perikanan yang
berorientasi pada pemenuhan pasar
4.
Pengadaan sarana dan prasarana perikanan yang ramah
lingkungan
5.
Pengadaan pelatihan manajemen pengelolaan lingkungan dan
pengolahan hasil perikanan
Ø Pengelenggara
penyuluhan terkait pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan yang
pelaksanaannya dikontrol oleh peraturan desa setempat
1.
Membuat panduan mengenai pengelolaan lingkungan yang
berkelanjutan
2.
Meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan laut dan pesisir
3.
Memberikan kewenangan kepada pemerintah setempat untuk
membuat aturan terkait pengelolaan lingkungan namun tidak mengabaikan
kewenangan pemerintah daerah
4.
Menetapkan alat tangkap yang boleh maupun tidak boleh
digunakan
5.
Meningkatkan dan mengintensifkan kegiatan penyuluhan
ligkungan bagi masyarakat pulau
sangat membantu dalam penyusunan kegiatan di tempat kami trima kasih
BalasHapus