Jumat, 22 Maret 2013

Suksesi dan Siklus Nutrient pada Ekosistem Estuaria




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam ekosistem perairan (tawar, pesisir dan lautan) berbagai jasad hidup (biotik) dan lingkungan fisik (abiotik) merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Dua komponen ini saling berinteraksi antara satu dengan lainnya, sehingga terjadi pertukaran zat (energi) diantara keduanya.
Estuari adalah salah satu jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena adanya pasang surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya pergantian musim.
Semakin padatnya populasi manusia serta semakin padatnya aktifitas didarat yang hasil dari aktifitasnya bermuara ke sungai, maka ekosistem sungai atau ekosistem estuary merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap dampak ortopogenik. Hal ini disebabkan karena hal tersebut mempengaruhi transport nutrient ke perairan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap produktifitas perairan tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas secara lebih mendalam tentang bagaimana suksesi dan siklus nutrient pada ekosistem estuaria.

B.  Tujuan penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana suksesi dan siklus nutrient pada ekosistem estuary.


BAB II
SUKSESI DAN SIKLUS NUTRIENT PADA EKOSISTEM ESTUARIA

A.  Pengertian Estuari
Estuaria merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang berhubungan dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan melalui sungai, sehingga air laut yang berkadar garam tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Daerah estuaria dapat berupa muara sungai, teluk dan rawa pasang-surut. Secara ekologis, estuaria adalah daerah peralihan atau ekoton yang merupakan tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut. Pertemuan kedua arus ini menghasilkan suatu sifat air yang tidak sama dengan sifat air sungai dan air laut (Tuwo, 2011).
Dengan adanya proses pencampuran di wilayah estuaria, maka wilayah ini sangat dipengaruhi oleh kadar salinitas, dimana wilayah estuaria dibagi menjadi beberapa mintakat yaitu Hyperhaline, Euhaline, Mixohaline, oligohaline, dan Limnetik (Air tawar). Dengan ciri dan karakteristik tersebut estuaria memiliki banyak tipe yang diklasifikasikan berdasarkan atas topografi, pengenceran air tawar dan penguapan, geomorfologi, sirkulasi dan struktur dari sirkulasi, distribusi salinitas, pola pencampuran air tawar dan air laut serta stratifikasinya. Dari tipe tersebut ekosistem estuaria sangat dipengaruhi oleh kadar salinitas, suhu, sedimen, gelombang, pasang surut, substrat, ketersediaan oksigen, dan parameter kimia seperti limbah dan bahan polutan serta aktivitas biologi dari organisme yang hidup di kawasan estuaria (Salasanto 2012).

B.  Karakteristik estuarI
Karakteristik ( ciri – ciri ) ekosistem estuaria adalah sebagai berikut :
1.      Keterlindungan
Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan.
2.    Kedalaman
Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
3.    Salinitas
Secara definitif, suatu gradient salinitas akan tampak pda suatu saat tertentu , tetapi pada gradient bervariasi bergantung pada musim , topografi estuari , pasang surut dan jumlah air tawar .
4.    Pasang surut
Pasang surut merupakan salah satu kekuatan .tempat  yang perbedaan pasang surutnya cukup besar , pasang naik mendorong air laut jatuh ke hulu estuari ,menggeser isohaline ke hulu .Pasang turun sebaliknya , menggeser isohaline ke hilir . Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton.
5.    Subtrat
Kebanyakan estuary didominasi oleh subtrat berlumpur yang sering kali sangat lunak .substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa ke dalam estuary baik oleh air laut maupun air tawar .
6.    Suhu
Suhu air di estuary lebih bervariasi daripada perairan pantai didekatnya .
7.    Gerakan ombak dan arus
       Dangkalnya perairan estuari pada umumnya juga jadi penghalang bagi  terbentuknya ombak yang besar . Arus di estuari terutama disebabkan oleh kegiatan pasang suruit dan aliran sungai .
8.    Kekeruhan
       Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuari ,setidaknya pada waktu tertentu dalam setahun , air menjadi sangat keruh , kekeruhan tertinggi terjadi saat aliran sungai maxsimum.
9.    Oksigen
          Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuari bersama-sama dengan kedangkalannya, pengadukannya dan percampurannya oleh angin menyebabkan ketersediaan oksigen dalam perairan cukup .


C.  Produktifitas Hayati Estuaria     
Ekosistem estuaria merupakan ekosistem yang produktif. Produktivitas hayatinya setaraf dengan prokduktivitas hayati hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang[5]. Produktivitas hayati estuaria lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hayati perairan laut dan perairan tawar. Hal ini salah satunya disebabkan oleh fungsi dari estuaria yang merupakan perangkap zat hara dan bahan organik yang berasal dari perairan disekitarnya terutama. Zat-zat yang terperangkap tersebut akan mengalami suatu siklus yang disebut dengan siklus nutrient yang keberadaannya dipengaruhi oleh musim, kondisi muara (Flynn, 2008), pasang surut, debit air tawar dan angin (Arndt dkk., 2011). Berikut adalah factor-faktor yang mempengaruhi produktifitas estuary menurut Ekawartika (2012).
1.    Estuaria berperan sebagai penjebak zat hara.
Jebakan ini bersifat fisik dan biologis. Ekosistem estuaria mampu menyuburkan diri sendiri melalui :
  • Dipertahankanya dan cepat didaur ulangnya zat-zat hara oleh hewan-hewan yang hidup di dasar esutaria seperti bermacam kerang dan cacing.
  • Produksi detritus, yaitu partikel- partikel serasah daun tumbuhan akuatik makro (makrofiton akuatik) seperti lamun yang kemudian dimakan oleh bermacam ikan dan udang pemakan detritus.
  • Pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktivitas mikroba (organisme renik seperti bakteri ), lewat akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar estuary atau lewat aktivitas hewan penggali liang di dasar estuaria seperti bermacam cacing.
2.    Di daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dan kenyataanya bahwa tetumbuhan terdiri dari bermacam tipe yang komposisinya sedemikian rupa sehingga proses fotosintesis terjadi sepanjang tahun. Estuaria sering memiliki tiga tipe tumbuhan, yaitu tumbuhan makro (makrofiton) yang hidup di dasar estuary atau hidup melekat pada daun lamun dan mikrofiton yang hidup melayang-layang tersuspensi dalam air (fitoplankton). Proses fotosintesis yang berlansung sepanjang tahun ini menjamin bahwa tersedia makanan sepanjang tahun bagi hewan akuatik pemakan tumbuhan. Dalam hal ini mereka lebih baik, dinamakan hewan akuatik pemakan detritus, karena yang dimakan bukan daun segar melainkan partikel-partikel serasah makrofiton yang dinamakan detritus.
3.    Aksi pasang surut (tide) menciptakan suatu ekosistem akuatik yang permukaan airnya berfluktuasi. Pasang umumnya makin besar amplitudo pasang surut, makin tinggi pula potensi produksi estuaria, asalkan arus pasang tidak tidak mengakibatkan pengikisan berat dari tepi estuaria. Selain itu gerak bolak-balik air berupa arus pasang yang mengarah kedaratan dan arus surut yang mengarah kelaut bebas, dapat mengangkut bahan makanan, zat hara, fitoplanton, dan zooplankton.

D.  Siklus Biogeokimia
Siklus Biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. siklus tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik. Fungsi siklus biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga. siklus-siklus biogeokimia antara lain; siklus air, siklus oksigen, siklus nitrogen, siklus karbon, dan siklus fosfor.

Siklus Nitrogen (N2)
Jumlah gas nitrogen (N2) di atmosfer mencapai 80%. bentuk nitrogen di udara dapat berbentuk amonia (NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam nitrat (HNO3), basa amino (R3-N) dan lain-lain. Nitrogen juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/petir (Elektrisasi). tumbuhan menerima nitrogen dalam tanah dalam bentuk amonia (NO3), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-). beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar legum dan akar tumbuhan lain misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp.(ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem.

Siklus Karbon Dan Oksigen
Siklus karbon merupakan siklus biogeokimia terbesar. karena banyak di gunakan, 45% karbon digunakan untuk pertumbuhan, 45% untuk respirasi dan 10% untuk DOC. Proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler bertanggung jawab atas perubahan dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2 dan O2 atsmosfer secara musiman disebabkan oleh penurunan aktivitas Fotosintetik. Dalam skala global kembalinya CO2 dan O2 ke atmosfer melalui respirasi hampir menyeimbangkan pengeluarannya melalui fotosintesis.Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar fosil menambahkan lebih banyak lagi CO2 ke atmosfir. Sebagai akibatnya jumlah CO2 di atmosfer meningkat. CO2 dan O2 atmosfer juga berpindah masuk ke dalam dan ke luar sistem akuatik, dimana CO2 dan O2 terlibat dalam suatu keseimbangan dinamis dengan bentuk bahan anorganik lainnya. Di atmosfer terdapat kandungan COZ sebanyak 0.03%. Sumber-sumber COZ di udara berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik. Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah kadar C02 di udara. Di ekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk  asam karbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organism heterotrof lain. Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, COz yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air. Secara umum, karbon akan diambil dari udara oleh organisme fotoautotrof (tumbuhan, ganggang, dll yang mampu melaksanakan fotosintesis). Organisme tersebut, akan memproses karbon menjadi bahan makanan yang disebut karbohidrat, dengan proses kimia sebagai berikut :
6 CO2 + 6 H2O (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil) ↔ C6H12O6 + 6 O2
Karbondioksida + Air (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil)↔ Glukosa + Oksigen

Siklus Fosfor
Di alam fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (tada tumbuhan dan hewan) dan anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik, begitu juga dengan batu dan fosil yang terkikis akan menjadi fosfat anorganik, yang kemudian fosfat anorganik itu akan terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen dasar laut. lalu akan di serap lagi oleh komponen organik (hewan dan tumbuhan).
Proses biogeokimia pada di wilayah estuary salah satunya juga dipengaruhi oleh proses sedimantasi yang dilakukan oleh mangrove. Hal ini disebabkan karena proses sedimentasi tersebut dapat menyerap nutrisi dan unsurunsur hara lainnya yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas suatu perairan (Prasad dan Ramanathan, 2008).
Flynn (2008) dalam penelitiannya di Mullica River–Great Bay Estuary dengan menggunakan model Land-Ocean Interaction in the Coastal Zone (LOICZ) mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon organik terlarut (DOC), nitrogen (DON), dan fosfor (DOP) mengalami perubahan pada musim-musim tertentu sangat berhubungan dengan kondisi salinitas. Konsentrasi DOC menurun dengan meningkatnya salinitas pada semua musim. Konsentrasi DON menurun pada salinitas yang tinggi pada mudim semi/musim panas dan mencapai konsentrasi maksimum pada akhir musim dingin dan konsentrasi minimum pada musim panas. Sedangkan DOP mengalami peningkatan konsentrasi seiring dengan meningkatnya salinitas (Gambar 1). Diduga berbagai perubahan konsentrasi tersebut dipengaruhi oleh makroalga dan fitoplankton.


Figure 1. Representative seasonal distributions of dissolved organic carbon (DOC), nitrogen (DON), and phosphorus (DOP) vs. salinity in the Mullica River–Great Bay Estuary, New Jersey, from 2002 to 2003. Note that Panel A in the left column contains distributions from fall and winter, and Panel B in the right column contains distributions from spring and summer.

Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai makanan di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah berlebih, maka dapat menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi fitoplankton (algae) beracun di perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang merugikan perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan kematian biota perairan lainnya. Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan kelimpahan fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami (seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar) atau akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan biasanya berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000 dalam Noor 2011).
Proses blooming dari fitoplankton dal alga yang menyebabkan eutrofikasi menurut Noor (2011) disebabkan oleh jumlah fosfor yang berlebihan dalam suatu perairan. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air.
Mou dkk., (2011) dalam penelitiannya tentang Nitrogen cycle of a typical Suaeda salsa marsh ecosystem in the Yellow River estuary mengungkapkan bahwa konsentrasi nitrogen pada sungai di Yellow River estuary dipengaruhi oleh dekomposisi serasah karena dekomposisi serasah dianggap sebagai jalan yang efektif dalam dalam pengembalian nutrisi. Serasah iNamun siklus nitrogen lebih sering dipengaruhi oleh gelombang. Keberadaan Nitrogen diperarairan ini tidak hanya mempengaruhi struktur dan fungsi rawa tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekosistem. Nutrisi yang berlebihan dapat mempengaruhi keberadaan sepsis invasive seperti P. australis, T. sacchariflora dan T. chinensis dan menginduksi terjadinya degradasi yang parah dalam jangka waktu yang panjang terhadap ekosistem. Namun Liu dkk., (2009) menyebutkan bahwa degradasi tersebut juga dipengaruhi oleh limbah-limbah pertanian dan limbah domestic yang akan mempengaruhi produktifitas perairan.


BAB III
KESIMPULAN
1.    Estuaria merupakan tempat pertemuan air tawar dan air asin dan berperan sebagai daerah peralihan antara kedua ekosistem akuatik. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari.
2.    Konsentrasi DOC (karbon terlarut) menurun dengan meningkatnya salinitas pada semua musim. Konsentrasi DON (nitrogen terlarut) menurun pada salinitas yang tinggi pada mudim semi/musim panas dan mencapai konsentrasi maksimum pada akhir musim dingin dan konsentrasi minimum pada musim panas. Sedangkan DIP (fosfor terlarut) mengalami peningkatan konsentrasi seiring dengan meningkatnya salinitas.
3.    Ketersediaan  nutrisi yang berlebihan pada estuaria dapat menyebabkan eutrofikasi yang dapat membawa dampak buruk yang berkepanjangan terhadap kondisi ekosistem.



DAFTAR PUSTAKA

Arndt, S, dkk., 2011. Nutrient dynamics and phytoplankton development along an estuary–coastal zone continuum: A model study. Journal of Marine Systems 84 (2011) 49–66

Flynn, A.M. 2008. Organic Matter and Nutrient Cycling in a Coastal Plain Estuary: Carbon, Nitrogen, and Phosphorus Distributions, Budgets, and Fluxes. Journal of Coastal Research 55 (2008) 76-94

Ikawartika. 2012. Ekosistem Estuaria. http://ikawartika.WordPress.com. Diakses, 4 Desember 2012

Liu, dkk., 2009. Nutrient budgets for large Chinese estuaries. Biogeosciences, 6, 2245–2263, 2009

Mou, dkk., 2011. Nitrogen cycle of a typical Suaeda salsa marsh ecosystem in the Yellow River estuary. Journal of Environmental Sciences 2011, 23(6) 958–967

Noor, M. 2011. Pengaruh Eutrofikasi Terhadap Manusia. http://fishworld90.blogspot.com/p/eutrofikasi.html. Diakses, 4 Desember 2012

Prasad dan Ramanathan. 2008. Sedimentary nutrient dynamics in a tropical estuarine mangrove ecosystem. Estuarine, Coastal and Shelf Science 80 (2008) 60–66

Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian International. Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar