BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam ekosistem perairan (tawar, pesisir dan
lautan) berbagai jasad hidup (biotik) dan lingkungan fisik (abiotik) merupakan
hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Dua komponen ini saling
berinteraksi antara satu dengan lainnya, sehingga terjadi pertukaran zat
(energi) diantara keduanya.
Estuari
adalah salah satu jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau
dari faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di
dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi
yang membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena
dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena
adanya pasang surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya
pergantian musim.
Semakin padatnya populasi manusia serta
semakin padatnya aktifitas didarat yang hasil dari aktifitasnya bermuara ke
sungai, maka ekosistem sungai atau ekosistem estuary merupakan ekosistem yang
sangat rentan terhadap dampak ortopogenik. Hal ini disebabkan karena hal
tersebut mempengaruhi transport nutrient ke perairan yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap produktifitas perairan tersebut. Oleh karena itu, dalam
makalah ini kami akan membahas secara lebih mendalam tentang bagaimana suksesi
dan siklus nutrient pada ekosistem estuaria.
B.
Tujuan penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana suksesi dan siklus nutrient
pada ekosistem estuary.
BAB II
SUKSESI DAN SIKLUS
NUTRIENT PADA EKOSISTEM ESTUARIA
A.
Pengertian
Estuari
Estuaria
merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang berhubungan dengan laut terbuka
dan menerima masukan air tawar dari daratan melalui sungai, sehingga air laut
yang berkadar garam tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Daerah estuaria
dapat berupa muara sungai, teluk dan rawa pasang-surut. Secara ekologis,
estuaria adalah daerah peralihan atau ekoton yang merupakan tempat bertemunya
arus sungai dengan arus pasang surut. Pertemuan kedua arus ini menghasilkan
suatu sifat air yang tidak sama dengan sifat air sungai dan air laut (Tuwo,
2011).
Dengan
adanya proses pencampuran di wilayah estuaria, maka wilayah ini sangat
dipengaruhi oleh kadar salinitas, dimana wilayah estuaria dibagi menjadi
beberapa mintakat yaitu Hyperhaline, Euhaline, Mixohaline, oligohaline, dan
Limnetik (Air tawar). Dengan ciri dan karakteristik tersebut estuaria memiliki
banyak tipe yang diklasifikasikan berdasarkan atas topografi, pengenceran air
tawar dan penguapan, geomorfologi, sirkulasi dan struktur dari sirkulasi,
distribusi salinitas, pola pencampuran air tawar dan air laut serta stratifikasinya.
Dari tipe tersebut ekosistem estuaria sangat dipengaruhi oleh kadar salinitas,
suhu, sedimen, gelombang, pasang surut, substrat, ketersediaan oksigen, dan
parameter kimia seperti limbah dan bahan polutan serta aktivitas biologi dari
organisme yang hidup di kawasan estuaria (Salasanto 2012).
B.
Karakteristik
estuarI
Karakteristik ( ciri – ciri )
ekosistem estuaria adalah sebagai berikut :
1. Keterlindungan
Estuaria merupakan perairan semi
tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan
tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan
menetap di dasar perairan.
2. Kedalaman
Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan
cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat berkembang
di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran
(flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari
laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
3. Salinitas
Secara
definitif, suatu gradient salinitas akan tampak pda suatu saat tertentu ,
tetapi pada gradient bervariasi bergantung pada musim , topografi estuari ,
pasang surut dan jumlah air tawar .
4. Pasang surut
Pasang
surut merupakan salah satu kekuatan .tempat yang perbedaan pasang
surutnya cukup besar , pasang naik mendorong air laut jatuh ke hulu estuari
,menggeser isohaline ke hulu .Pasang turun sebaliknya , menggeser isohaline ke
hilir . Perpaduan
antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu
sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup
tersuspensi dalam air, yaitu plankton.
5. Subtrat
Kebanyakan
estuary didominasi oleh subtrat berlumpur yang sering kali sangat lunak
.substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa ke dalam estuary baik
oleh air laut maupun air tawar .
6. Suhu
Suhu
air di estuary lebih bervariasi daripada perairan pantai didekatnya .
7. Gerakan ombak dan
arus
Dangkalnya perairan estuari pada umumnya juga
jadi penghalang bagi terbentuknya ombak yang besar . Arus di estuari
terutama disebabkan oleh kegiatan pasang suruit dan aliran sungai .
8. Kekeruhan
Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuari ,setidaknya
pada waktu tertentu dalam setahun , air menjadi sangat keruh , kekeruhan
tertinggi terjadi saat aliran sungai maxsimum.
9. Oksigen
Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuari bersama-sama
dengan kedangkalannya, pengadukannya dan percampurannya oleh angin menyebabkan
ketersediaan oksigen dalam perairan cukup .
C.
Produktifitas Hayati Estuaria
Ekosistem estuaria merupakan
ekosistem yang produktif. Produktivitas hayatinya setaraf dengan prokduktivitas
hayati hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang[5]. Produktivitas hayati estuaria
lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hayati perairan laut dan
perairan tawar. Hal ini salah satunya disebabkan oleh fungsi
dari estuaria yang merupakan perangkap zat hara dan bahan organik yang berasal
dari perairan disekitarnya terutama. Zat-zat yang terperangkap tersebut akan
mengalami suatu siklus yang disebut dengan siklus nutrient yang keberadaannya
dipengaruhi oleh musim, kondisi muara (Flynn, 2008), pasang surut, debit air
tawar dan angin (Arndt dkk., 2011). Berikut adalah factor-faktor yang
mempengaruhi produktifitas estuary menurut Ekawartika (2012).
1. Estuaria berperan sebagai penjebak
zat hara.
Jebakan ini bersifat fisik dan
biologis. Ekosistem estuaria mampu menyuburkan diri sendiri melalui :
- Dipertahankanya dan cepat didaur ulangnya zat-zat hara oleh hewan-hewan yang hidup di dasar esutaria seperti bermacam kerang dan cacing.
- Produksi detritus, yaitu partikel- partikel serasah daun tumbuhan akuatik makro (makrofiton akuatik) seperti lamun yang kemudian dimakan oleh bermacam ikan dan udang pemakan detritus.
- Pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktivitas mikroba (organisme renik seperti bakteri ), lewat akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar estuary atau lewat aktivitas hewan penggali liang di dasar estuaria seperti bermacam cacing.
2. Di daerah tropik estuaria memperoleh
manfaat besar dan kenyataanya bahwa tetumbuhan terdiri dari bermacam tipe yang
komposisinya sedemikian rupa sehingga proses fotosintesis terjadi sepanjang
tahun. Estuaria sering memiliki tiga tipe tumbuhan, yaitu tumbuhan makro
(makrofiton) yang hidup di dasar estuary atau hidup melekat pada daun lamun dan
mikrofiton yang hidup melayang-layang tersuspensi dalam air (fitoplankton).
Proses fotosintesis yang berlansung sepanjang tahun ini menjamin bahwa tersedia
makanan sepanjang tahun bagi hewan akuatik pemakan tumbuhan. Dalam hal ini
mereka lebih baik, dinamakan hewan akuatik pemakan detritus, karena yang
dimakan bukan daun segar melainkan partikel-partikel serasah makrofiton yang
dinamakan detritus.
3. Aksi pasang surut (tide) menciptakan
suatu ekosistem akuatik yang permukaan airnya berfluktuasi. Pasang umumnya
makin besar amplitudo pasang surut, makin tinggi pula potensi produksi
estuaria, asalkan arus pasang tidak tidak mengakibatkan pengikisan berat dari
tepi estuaria. Selain itu gerak bolak-balik air berupa arus pasang yang
mengarah kedaratan dan arus surut yang mengarah kelaut bebas, dapat mengangkut
bahan makanan, zat hara, fitoplanton, dan zooplankton.
D.
Siklus Biogeokimia
Siklus
Biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia
yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen
abiotik. siklus tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan
reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik. Fungsi siklus biogeokimia adalah
sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah
terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun abiotik,
sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga. siklus-siklus biogeokimia
antara lain; siklus air, siklus oksigen, siklus nitrogen, siklus karbon, dan
siklus fosfor.
Siklus Nitrogen (N2)
Jumlah gas nitrogen (N2)
di atmosfer mencapai 80%. bentuk nitrogen di udara dapat berbentuk amonia
(NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen oksida (NO),
nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam nitrat (HNO3), basa amino
(R3-N) dan lain-lain. Nitrogen juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen
dengan bantuan kilat/petir (Elektrisasi). tumbuhan menerima nitrogen dalam
tanah dalam bentuk amonia (NO3), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-).
beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar legum dan akar
tumbuhan lain misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam
tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang
bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc
sp. dan Anabaena sp.(ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang
diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian
jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri
nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang
akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat
diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang
dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam
ekosistem.
Siklus Karbon Dan Oksigen
Siklus karbon merupakan
siklus biogeokimia terbesar. karena banyak di gunakan, 45% karbon digunakan
untuk pertumbuhan, 45% untuk respirasi dan 10% untuk DOC. Proses timbal
balik fotosintesis dan respirasi seluler bertanggung jawab atas perubahan
dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2 dan O2 atsmosfer secara musiman
disebabkan oleh penurunan aktivitas Fotosintetik. Dalam skala global kembalinya
CO2 dan O2 ke atmosfer melalui respirasi hampir menyeimbangkan
pengeluarannya melalui fotosintesis.Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar
fosil menambahkan lebih banyak lagi CO2 ke atmosfir. Sebagai akibatnya jumlah
CO2 di atmosfer meningkat. CO2 dan O2 atmosfer juga berpindah masuk ke dalam
dan ke luar sistem akuatik, dimana CO2 dan O2 terlibat dalam suatu keseimbangan
dinamis dengan bentuk bahan anorganik lainnya. Di atmosfer terdapat kandungan
COZ sebanyak 0.03%. Sumber-sumber COZ di udara berasal dari respirasi
manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik.
Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan
menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk
berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk
batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar
yang juga menambah kadar C02 di udara. Di ekosistem air, pertukaran C02
dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan
dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion
bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan
untuk diri mereka sendiri dan organism heterotrof lain. Sebaliknya, saat
organisme air berespirasi, COz yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah
bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air. Secara umum,
karbon akan diambil dari udara oleh organisme fotoautotrof (tumbuhan, ganggang,
dll yang mampu melaksanakan fotosintesis). Organisme tersebut, akan memproses
karbon menjadi bahan makanan yang disebut karbohidrat, dengan proses kimia
sebagai berikut :
6 CO2 + 6 H2O (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil) ↔ C6H12O6 + 6 O2
Karbondioksida + Air (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil)↔ Glukosa + Oksigen
6 CO2 + 6 H2O (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil) ↔ C6H12O6 + 6 O2
Karbondioksida + Air (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil)↔ Glukosa + Oksigen
Siklus Fosfor
Di alam fosfor terdapat
dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (tada tumbuhan dan hewan) dan
anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang
mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik, begitu juga
dengan batu dan fosil yang terkikis akan menjadi fosfat anorganik, yang
kemudian fosfat anorganik itu akan terlarut di air tanah atau air laut akan
terkikis dan mengendap di sedimen dasar laut. lalu akan di serap lagi oleh
komponen organik (hewan dan tumbuhan).
Proses biogeokimia pada di
wilayah estuary salah satunya juga dipengaruhi oleh proses sedimantasi yang
dilakukan oleh mangrove. Hal ini disebabkan karena proses sedimentasi tersebut
dapat menyerap nutrisi dan unsurunsur hara lainnya yang sangat berpengaruh
terhadap produktifitas suatu perairan (Prasad dan Ramanathan, 2008).
Flynn
(2008) dalam penelitiannya di Mullica River–Great Bay Estuary dengan
menggunakan model Land-Ocean Interaction in the Coastal Zone (LOICZ)
mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon organik
terlarut (DOC), nitrogen
(DON), dan fosfor (DOP) mengalami perubahan
pada musim-musim tertentu sangat berhubungan dengan kondisi salinitas.
Konsentrasi DOC menurun dengan meningkatnya salinitas pada semua musim.
Konsentrasi DON menurun pada salinitas yang tinggi pada mudim semi/musim panas
dan mencapai konsentrasi maksimum pada akhir musim dingin dan konsentrasi
minimum pada musim panas. Sedangkan DOP mengalami peningkatan konsentrasi
seiring dengan meningkatnya salinitas (Gambar 1). Diduga berbagai perubahan
konsentrasi tersebut dipengaruhi oleh makroalga dan fitoplankton.
Figure
1. Representative seasonal distributions of dissolved organic carbon (DOC),
nitrogen (DON), and phosphorus (DOP) vs. salinity in the Mullica River–Great
Bay Estuary, New Jersey, from 2002 to 2003. Note that Panel A in the left column
contains distributions from fall and winter, and Panel B in the right column
contains distributions from spring and
summer.
Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk
menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai
makanan di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah
berlebih, maka dapat menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi
fitoplankton (algae) beracun di perairan dapat menyebabkan berbagai akibat
negatif yang merugikan perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan
menyebabkan kematian biota perairan lainnya.
Masalah utama
sebagai pemicu terjadinya proses peledakan kelimpahan fitoplankton di suatu
perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi
yang tidak seimbang pada trofik level di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya
nutrisi bisa merupakan proses alami (seperti proses umbulan atau upwelling,
masukan dari air sungai yang tercemar) atau akibat aktivitas manusia. Selain
itu buangan bahan organik diperairan biasanya berupa bahan nutrisi dari hasil
pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai penyumbang utama akan
pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan beberapa jenis biota perairan
mati (Sediadi & Thoha, 2000
dalam Noor 2011).
Proses blooming dari fitoplankton dal
alga yang menyebabkan eutrofikasi menurut Noor (2011) disebabkan oleh jumlah
fosfor yang berlebihan dalam suatu perairan. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi
kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat.
Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga
disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak
ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut,
bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies
lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan
dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya
keseimbangan ekosistem air.
Mou
dkk., (2011) dalam penelitiannya tentang Nitrogen cycle of a typical Suaeda
salsa marsh ecosystem in the Yellow River estuary mengungkapkan bahwa
konsentrasi nitrogen pada sungai di Yellow River estuary dipengaruhi oleh
dekomposisi serasah karena dekomposisi serasah dianggap sebagai jalan yang
efektif dalam dalam pengembalian nutrisi. Serasah iNamun siklus nitrogen lebih
sering dipengaruhi oleh gelombang. Keberadaan Nitrogen diperarairan ini tidak
hanya mempengaruhi struktur dan fungsi rawa tetapi juga mempengaruhi stabilitas
ekosistem. Nutrisi yang berlebihan dapat mempengaruhi keberadaan sepsis
invasive seperti P. australis, T.
sacchariflora dan T. chinensis
dan menginduksi terjadinya degradasi yang parah dalam jangka waktu yang panjang
terhadap ekosistem. Namun Liu dkk., (2009) menyebutkan bahwa degradasi tersebut
juga dipengaruhi oleh limbah-limbah pertanian dan limbah domestic yang akan
mempengaruhi produktifitas perairan.
BAB
III
KESIMPULAN
1. Estuaria merupakan tempat pertemuan
air tawar dan air asin dan berperan sebagai daerah peralihan antara kedua
ekosistem akuatik. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air
tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang
surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari.
2. Konsentrasi
DOC (karbon terlarut) menurun dengan meningkatnya salinitas pada semua musim.
Konsentrasi DON (nitrogen terlarut) menurun pada salinitas yang tinggi pada
mudim semi/musim panas dan mencapai konsentrasi maksimum pada akhir musim
dingin dan konsentrasi minimum pada musim panas. Sedangkan DIP (fosfor
terlarut) mengalami peningkatan konsentrasi seiring dengan meningkatnya
salinitas.
3. Ketersediaan
nutrisi yang berlebihan pada estuaria
dapat menyebabkan eutrofikasi yang dapat membawa dampak buruk yang
berkepanjangan terhadap kondisi ekosistem.
DAFTAR PUSTAKA
Arndt,
S, dkk., 2011. Nutrient dynamics and
phytoplankton development along an estuary–coastal zone continuum: A model
study. Journal of Marine Systems 84 (2011) 49–66
Flynn,
A.M. 2008. Organic Matter and Nutrient Cycling in a Coastal Plain Estuary: Carbon,
Nitrogen, and Phosphorus Distributions, Budgets, and Fluxes. Journal of Coastal Research 55 (2008) 76-94
Ikawartika. 2012. Ekosistem Estuaria. http://ikawartika.WordPress.com.
Diakses, 4 Desember 2012
Liu, dkk., 2009.
Nutrient budgets
for large Chinese estuaries. Biogeosciences, 6, 2245–2263, 2009
Mou,
dkk., 2011. Nitrogen cycle of a typical Suaeda salsa marsh ecosystem in the
Yellow River estuary. Journal of Environmental Sciences 2011, 23(6) 958–967
Noor,
M. 2011. Pengaruh Eutrofikasi Terhadap Manusia. http://fishworld90.blogspot.com/p/eutrofikasi.html.
Diakses, 4 Desember 2012
Prasad dan Ramanathan. 2008. Sedimentary nutrient dynamics in a
tropical estuarine mangrove ecosystem. Estuarine,
Coastal and Shelf Science 80 (2008) 60–66
Tuwo,
A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian International.
Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar